Akses ke dunia informasi & pengetahuan menjadi rintangan real maupun psychologis. Secara psychologis, banyak guru, kepala sekolah & yayasan memperoleh persepsi bahwa Internet, komputer adalah mahal & merusak ahlak. Banyak guru kurang berminat pada hal baru seperti komputer. Tak terpikirkan hal positif dari benda-benda tersebut, seperti pisau – komputer & Internet bisa bermata dua.
Konsep Warung Internet (WARNET) yang di implementasi di SMK oleh DIKMENJUR (
dikmenjur@yahoogroups.com) membuktikan keberhasilan mengintegrasikan 400+ SMK di seluruh Indonesia sebagian secara swadaya masyarakat. Siswa menanggung beban sangat rendah Rp. 1000 /siswa/bulan untuk akses e-mail Internet seperti di SMKN1 Ciamis. Artinya teknologi informasi & akses Internet dapat menjadi fasilitas swadana di sekolah. Investasi fasilitas Rp. 20-50 juta / sekolah bisa kembali dari iuran siswanya sendiri dalam waktu 1-1.5 tahun saja. Pendidikan jarak jauh menjadi mungkin, jaringan 20+ perpustakaan digital telah berkembang oleh Indonesia Digital Library Network
http://idln.itb.ac.id & Indonesia CyberLibrary Network
i_c_s@yahoogroups.com. Pemerataan pengetahuan, pemenuhan hak asasi manusia untuk berkomunikasi & berperan di dunia informasi seperti di tuangkan dalam TAP MPR XVII/MPR/1998 dipenuhi tanpa perlu berhutang pada Bank Dunia, ADB & IMF.
Dunia pendidikan paling strategis karena masa depan bangsa di tentukan oleh anak bangsa yang pandai bukan yang berotot & berkuasa. Massa orang pandai dan menggunakan Internet pada hari ini hanya 2 juta orang (menurut APJII). Dengan kekuatan 1% saja, Indonesia akan dilibas oleh negara tetangga di era globalisasi. Strategi sederhana harus di galakan, jumlah SMU, SMK, Pesantren, PTS di seluruh Indonesia hanya sekitar 25.000 buah. Dephub POSTEL harus berani mengambil inisiatif kebijakan untuk memaksa mekanisme Universal Service Obligation (USO) untuk mengorbankan 25.000 saluran telepon dari 10 juta total saluran yang ada untuk memandaikan anak bangsa. Di samping, membebaskan frekuensi ISM band 2.4GHz & 5.8GHz. Jika di tunjang kemudahan dari INDAG, Bea Cukai, PMA, Pajak dll. Bukan mustahil lima (5) tahun lagi kita melihat 20 juta (10%) bangsa ini menjadi pandai & harus diperhitungkan oleh masyarakat internasional dalam kompetisi era globalisasi.
Perjuangan di akses Internet terutama akan bertabrakan dengan Telkom & KSO-nya serta pengatur frekuensi di negara ini. KSO Telkom secara semena-mena telah menaikan biaya langganan menerima telepon (dial-in) menjadi Rp. 300.000 / bulan (dari Rp. 30.000 / bulan) bagi ISP di Bali, Sulawesi, Kalimantan, Sumatra tanpa persetujuan Pemerintah & DPR. Hal ini akan mematikan akses informasi & pengetahuan bagi sebagian bangsa ini.
Konsekuensinya, beberapa rekan di Koperasi Warnet Bandung (KOWABA), Asosiasi Warnet Surabaya, Jogya, Malang & kota lain yang kreatif melalui
asosiasi-warnet@yahoogroups.com bahu membahu bekerjasama membangun WARNET Broadband karena sangat sulit & mahal sekali menyewa leased line broadband ISDN maupun DSL 1-2Mbps dari Telkom. KOWABA (
kowaba@yahoogroups.com) dimotori aktifis WARNET seperti Aday & Zilmy merupakan contoh sukses keberhasilan implementasi WARNET Broadband (
asosiasi-warnet-broadband@yahoogroups.com) tanpa tergantung sama sekali kepada Telkom, beberapa puluh WARNET di Bandung bersatu & bekerjasama menyamakan tarif dan menyewa bandwidth ke Internet 1Mbps 1:1 melalui satelit, kemudian di distribusikan menggunakan peralatan microwave 2.4GHz buatan sendiri. Iuran sebesar Rp. 4-5.5 juta/warnet/bulan sangat murah untuk kecepatan total satu (1) Mbps 1:1 & kompetitif dibandingkan sewa akses 64 Kbps 1:4 melalui Telkom & ISP seharga Rp. 8-10 juta/bulan/warnet. Tunjangan broadband ISP seperti Melesat, PesatNet, 88Direct, TurboNet, Rainbow2u memarakan suasana. WARNET broadband memungkinkan membuat jaringan masyarakat tanpa tergantung sama sekali Telkom maupun utangan Bank Dunia, ADB & IMF. Penghasilan WARNET naik dari rata-rata Rp. 200.000 / hari menjadi sekitar Rp. 1 juta / hari setelah menjadi WARNET broadband, sebab pelanggan mendapat kualitas baik.
Akses microwave 2.4GHz & 5.8GHz ISM band sebagai secondary service menjadi solusi utama akses Internet broadband 2-11Mbps di Indonesia. Di Bandung saja paling tidak ada 100-an WARNET yang menggunakan akses microwave. Sesuai peraturan International Telecommunication Union (ITU) S5 peralatan di 2.4GHz & 5.8GHz tahan interferensi & tidak menghasilkan interferensi di luar band tsb. karena kecil-nya daya. Konsekuensinya, di banyak negara, Peralatan ISM band secondary service dibebaskan dari ijin pada peralatan instrumentasi, kedokteran, sains, kamera digital, handphone, komputer & berbagai peralatan telekomnunikasi data. Peralatan ISM band umumnya di produksi massal dengan teknologi gigi biru (bluetooth) yang murah & berdaya kecil.
Walaupun di banyak negara di bebaskan - tampaknya perjuangan masih panjang bagi rakyat Indonesia, karena bagian pengatur frekuensi di DITJEN POSTEL sedang berusaha untuk mengharuskan ijin bagi penggunaan ISM Band secondary service tsb. Mungkin kurang pemahaman aparat POSTEL akan kondisi lapangan, atau karena permintaan 2.4GHz oleh Telkom seperti diakui D. Amarudien, Vice President Telkom - menyebabkan kebijakan yang kurang berpihak pada masyarakat banyak. Padahal, ISM band merupakan solusi alternatif sebagian besar WARNET, sekolah, institusi dll. yang kesulitan memperoleh saluran Telkom & sering kali mahal. Selain itu, sulit meregulasi produksi massal seperti peralatan ISM band. Sialnya, prosedur birokrasi yang dibuat-buat justru akan menghambat kreatifitas & perkembangan dunia telematika Indonesia sendiri. Akhirnya berdampak mematikan akses bagi masyarakat Indonesia ke dunia informasi & pengetahuan yang pada dasarnya melanggar HAM yang tertera di TAP MPR XVII/MPR/1998. Dalam bahasa religius, untuk membesarkan sebuah bangsa Zakat, Infaq & Shadaqah merupakan bagian integral dari proses pensejahteraan. Alangkah indahnya bila sebagian komoditi bisa di-Infaq-kan untuk mensejahterakan umat.